JPI Gelar Diskusi FIR Singapura Dalam Kacamata Siyasah Kharijiyyah

Sebarkan Berita

JPI Gelar Diskusi FIR Singapura Dalam Kacamata Siyasah Kharijiyyah

Tangerang Selatan – Juris Polis Institute (JPI) mengadakan diskusi terkait Flight Information Region  (FIR) Singapura dalam Kacamata Siyasah Kharijiyyah pada program “NGOPI SERUPUT” (Ngobrol JPI seputar Akar Rumput) pada Minggu, (17/10/2021).

Diskusi yang berlangsung hampir satu jam tersebut dinarasumberi oleh Nur Kholifah, S.H. (Direktur Administrasi – Juris Polis Institute) dan dimoderatori oleh Hikmah Kadir, S.H. (Wakil Direktur Reformasi Hukum dan HAM – Juris Polis Institute).

Sebagaimana diketahui bahwa Flight Information Region (FIR) Indonesia masih ada yang didelegasikan kepada Singapura. Pembahasan dalam diskusi tersebut mengerucut kepada pandangan siyasah kharijiyyah mengenai pendelegasian Flight Information Region (FIR) kepada Singapura.

Dalam kesempatan itu, Direktur Administrasi JPI, Kholifah memberikan penjelasan singkat terlebih dahulu mengenai definisi Flight Information Region (FIR), tujuan pembentukannya, dasar hukum pembentukan Flight Information Region (FIR) di Indonesia, alasan pendelegasian Flight Information Region (FIR) dan dasar hukumnya, samapi membahas upaya pengambialihan Flight Information Region (FIR) Singapura.

Kholifah memaparkan bahwa dalam kacamata siyasah kharijiyyah mengenai perjanjian bilateral antara Indonesia dan Singapura terkait dengan pendelegasian Flight Information Region (FIR) sudah sesuai dengan pelaksanaan perjanjian internasional Islam. Mengapa demikian? Karena dalam ketatanegaraan Islam (siyasah) sendiri mengenai hubungan antar negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum internasional sudah memenuhi syarat sah perjanjian internasional dengan adanya dua hal yaitu, aktor yang bertanggungjawab melaksanakan perjanjian dan tahap pelaksanaan perjanian.

Bahkan pada zaman Nabi Muhammad pun perjanjian internasional sudah dicontohkan oleh Beliau dengan melakukan banyak perjanjian bersama orang-orang yang menyatakan perang pada Madinah. Belaiu melakukan perjanjian damai dengan Quraisy di Hudaibiyyah, Bani Dhamrah, Alaih, dan beberapa negara lain.

Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region. Perjanjian tersebut telah berlaku sejak ditandatanganinya oleh kedua pihak berdasarkan Keppres No. 7 tahun 1996 oleh Pemerintah Indonesia tertanggal 2 Pebruari 1996, dan sesuai dengan isi perjanjian bahwa, perjanjian tersebut dapat ditinjau ulang setelah 5 (lima) tahun.

“Dalam Siyasah Kharijiyyah pun untuk pelaksaan perjanjian dimulai setelah ditandatangani, kecuali jika ditentukan waktu untuk memulai pelaksanaannya,” paparnya.

Di sisi lain, Kholifah menjelaskan, bahwa masalah Flight Information Region (FIR) bukan hanya masalah “safety and efficiency” tetapi juga masalah kedaulatan, karena salah satu wujud dari adanya kedaulatan adalah kemampuan untuk mengontrol sendiri ruang udara Indonesia dan hal ini sudah menjadi amanat pasal 458 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan telah dirumuskan menjadi kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Instruksi Presiden pada tanggal 8 September 2015.

Selain itu Kholifah meminta DPR RI mengawasi pengambilalihan Flight Information Region (FIR) dan secara berjadwal hasilnya dipublikasikan ke masyarakat luas agar masyarakat mengetahui sejauh mana keseriusan Indonesia dalam pengambil alihan Flight Information Region (FIR) Singapura tersebut.

Serta dalam langkah pengambilalihan secara teknis Indonesia dapat mencontoh langkah Kamboja yang mengambil alih Flight Information Region (FIR) dari Thailand. Dalam hal ini, Kamboja melakukan pendekatan tekhnis, dimulai tahun 2000 Kamboja membangun pelayanan navigasi internasionalnya. Selanjutnya, tahun 2001 membuat working paper ke ICAO tentang rencana pengambilalihan Flight Information Region (FIR) nya. Walaupun banyak negara dan organisasi penerbangan yang menentang rencana tersebut, namun atas dasar kedaulatan, Kamboja akhirnya berhasil mengendalikan sendiri wilayah udaranya pada tahun 2002.

“Pelayanan memang bisa didelegasikan sesuai pernyataan dalam Pasal 2.1.1 melalui suatu nota kesepakatan anatara kedua belah pihak yang berisi persyaratan-persyaratan tentang pelayanan yang mencakup fasilitas dan tingkat pelayanan yang akan diberikan. Namun dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan disebutkan secara tegas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia. Sehingga perlu dipahami, bahwa negara yang memiliki wilayah kedaulatan lah yang pertama kali mempunyai kewajiban memiliki dan mengelola Flight Information Region (FIR). Sudah sepatutnya terbang di wilayah kedaulatan sendiri dengan nyaman dan dihargai sesuai harkat dan martabat sebagai pemilik yang sah dari wilayah udara tersebut.” tutupnya.

red-focusflash

dukung informasi ter-update