Jaksa Agung ST Burhanuddin: Restorative Justice Tak Boleh Sisakan Dendam
Jakarta,focusflash.id – Kejaksaan Agung telah menyelesaikan 313 perkara melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif tahun ini. Artinya, ratusan perkara itu dirampungkan di luar peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.
“Sampai dengan 18 Oktober 2021 tercatat sebanyak 313 perkara berhasil diselesaikan dengan restorative justice,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta. Baca Juga: Jaksa Agung Instruksikan Kejati DIY Kawal Proyek Kereta Bandara Jaksa Agung menekankan mekanisme keadilan restoratif harus diterapkan secara profesional.
Hal itu krusial untuk memastikan proses tersebut benar-benar memulihkan keadilan untuk korban dan tidak menyisakan dendam. “Saya telah perintahkan pada Bidang Pengawasan untuk turut mengawasi, untuk itu jangan pernah saudara melakukan tindakan tidak terpuji dalam melaksanakan RJ (Restorative Justice),” jelasnya.
Pendekatan mekanisme hukum tanpa dibawa ke meja hijau dikenal sebagai restorative justice. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengedepankan pendekatan mediasi antara pelaku dengan korban.
Burhanuddin juga telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.
Dalam Pasal 5 aturan itu, disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam edngan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Burhanuddin sebelumnya mengakui bahwa upaya penegakan hukum saat ini masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, tak kaget apabila banyak masyarakat yang memandang bahwa penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. ( ff )